Husnudzan Terhadap Allah, Jika seorang hamba tidak berbaik sangka kepada Allah, karena kebaikan
sifat-sifat-Nya, hendaklah kalian berbaik sangka kepada-Nya, karena
nikmat dan rahmat yang telah kalian terima dari-Nya. Dia (Allah) hanya
membiasakan memberikan nikmat kepada kalian, dan hanya menganugerahkan
kebaikan kepada kalian.”
Husnudzan kepada Allah SWT adalah salah satu dari beberapa maqam keyakinan. Terbagi atas dua golongan, menurut keadaan manusia yang mengamalkannya. Yaitu yang bersifat khusus dan bersifat umum. Yang termasuk khusus adalah golongan ulama, orang-orang yang taat dan dekat kepada Allah.
Bagi orang yang khusus mengetahui betapa Allah SWT telah melimpahkan kasih sayang-Nya kepada manusia dan makhluk di alam ini. Mereka telah merasakan kenikmatan dari sifat Rahman dan Rahimnya Allah SWT ia melihat semuanya adalah anugerah dari Allah SWT jua, berprasangka baik (husnudzan) kepada Allah. Ia tidak berkeluh kesah terhadap apa saja yang menimpanya, seumpama musibah yang merenggut harta benda dan nyawa diri dan keluarganya. Ia menerima dengan syukur dan penuh harapan kepada Allah, bahkan mengharap ridha Allah atas kejadian dan peristiwa tersebut.
Si hamba yang berhusnudzan kepada Allah melihat bahwa sifat Allah yang Maha Sempurna adalah bagian dari perlindungan Allah kepada manusia dan alam semesta. Sifat-sifat itu memberkati alam semesta, menolong manusia dengan penuh kasih sayang, dan menempatkan manusia sesuai engan sifat-sifat yang dimiliki oleh Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia. Allah bersifat pelindung dan Pengasuh alam semesta, karena Dia adalah Rabbul `Alamin. Allah mengampuni kesalahan dari perbuatan manusia yang suka merusak ciptaan-Nya, dengan sifat al- Ghafur-Nya. Allah menyelamatkan manusia dari bencana, karena sifat As- Salam-Nya.
Allah SWT mengangkat manusia kepada kemuliaan karena Dia bersifat Al- Aziz. Demikian Allah memberikan kekayaan kepada manusia, karena Allah Maha Kaya (Al-Gani dan Al-Mughni). Allah yang memberi rizki kepada manusia, karena Dia bersifat Al-Malikul Mulk, dan sifat-sifat Allah yang Maha Tinggi, Mulia dan Sempurna.
Husnudzan orang awam kepada Allah SWT, karena mereka telah merasakan
dan menikmati pemberian Allah bagi dirinya dan alam semesta. Maka
timbullah rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga kepada Allah,
dengan diikuti kedekatan dan ketakwaan dalam ibadah dan amal.
Alam telah memberikan manusia beragam kenikmatan, seperti hasil bumi, air, minyak, bintang ternak, udara yang segar, hidup yang penuh kesenangan, semuanya ini adalah bagian dari pemberian Allah SWT yang langsung dirasakan kenikmatannya oleh manusia. Oleh karena itu manusia patut berbaik sangka kepada Allah, apabila pada suatu waktu alam menjadi murka seperti terjadi angin kencang yang merobohkan rumah, dan menggelorakan lautan, atau hujan lebat terus-menerus, lalu terjadi banjir.
Gunung meletus yang menyengsarakan penduduk, kebakaran yang meratakan perkampungan dan pedesan. Orang awam yang beriman menghadapi peristiwa seperti itu, hendaklah tetap husnudzan kepada Allah. Karena peristiwa tersebut adalah akibat perbuatan manusia itu sendiri manusia tidak menjaga alam sekitarnya, tidak memelihara anugerah Allah dan tidak memperhatikan gelagat alam yang ada di sekitarnya.
Berprasangka baik kepada Allah, baik dengan memahami sifat-sifat Allah yang Maha Suci dan Maha Mulia, atau dengan melihat pemberian dan anugerah Allah yang luas dan banyak, manusia akan bertambah iman dan ketaatannya kepada Allah SWT. Tidak berprasangka buruk kepada- Nya, karena perasaan dan kebiasaan, atau masalah-masalah yang di hadapinya tidak terpecahkan atau hal-hal khusus yang tidak terselesaikan oleh manusia.
Pemberian Allah dan nikmat-Nya dalam hidup manusia ini, termasuk didalamnya, hidayah agama, taufik bagi perjalanan hidupnya yang menimbulkan ibadah dan amal shaleh.
Demikian juga anugerah yang diterima manusia dari Allah SWT adalah dengan menjadikan mereka bersaudara, berkasih sayang dan hidup tolong menolong.Rahmat dan kasih sayang Allah yang melimpah kepada manusia itu termasuk peraturan dan hukum serta akhlak. Manusia pun dilarang berprasangka jelek (Su’udzan) kepada sesama manusia dan alam sekitarnya. Karena apa yang tidak disukai oleh seseorang tidak selamanya jelek, dan kadang-kadang mendatangkan kebaikan. Allah SWT mengingatan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 216: “Apa yang kamu tidak sukai barangkali itu lebih baik untuk kamu, dan apa yang kamu sukai barangkali jadi jelek bagi kamu….”
Husnudzan kepada Allah dalam melaksanakan amal, tidak lain adalah dengan cara memperbagus ibadah dan amal saleh. Mengharapkan ampunan dan maghfirah dari Allah. Lawan husnudzan adalah suudzan (berprasangka buruk). Maksudnya berprasangka buruk kepada Allah, bahwasannya Allah itu tidak mendengar doa dan permintaan seorang hamba, karena si hamba banyak dosanya. Atau merasa banyak dosa, sehingga enggan dan kuatir meminta ampun kepada Allah, karena takut dimurkai oleh Allah. Suudzan seperti ini, karena kurangnya pengetahuan tentang ajaran agama Islam yang benar. Suudzan juga bisa membawa akibat bagi orang pesimis dan berputus asa kepada rahmat Allah. Adakalanya seorang hamba suudzan terhadap Allah, karena ia merasa telah melaksanakan ibadah dengan baik (salat misalnya), telah berzikir, telah berdoa kepada Allah, tetapi sampai saat ini, ia belum menerima pemberian Allah. Ia merasa permohonannya tidak didengar dan tidak diterima oleh Allah.
Tidak semestinya seorang hamba merasa tidak didengar, tidak diterima, tidak diberi oleh Allah SWT. Tidak patut seorang hamba berpikir dan berperasaan seperti itu. Oleh karena apabila diperhatikan, dan dirasakan oleh setiap orang yang masih diberi napas, dan ia diberi aktivitas hidup, selalu mendapatkan kenikmatan dan anugerah dari Allah. Hanya manusia yang tidak mau merasakan pemberian Allah yang banyak. Ia hanya meminta, dan tidak mau menghitung dan memikirkan apa yang telah ia terima dari Allah SWT. Orang seperti ini tidak pernah bersyukur, dan selalu berkekurangan, sehingga ia merasa Allah belum memberi apa-apa kepadanya. Ia telah kufur nikmat. Oleh karena itu ia selalu berprasangka buruk kepada Allah (suudzan). Akibat dari sifat seperti ini, ia bisa mengidap penyakit putus harapan atau kehilangan kemudi.
Jangan sampai seorang hamba dalam hidupnya tetap dalam keadaan suudzan kepada Allah SWT. Dalam hadits dari sahabat Jabir, Rasulullah SAW mengingatkan, “Barangsiapa yang berketetapan hati untuk tetap husnudzan terhadap Allah SWT laksanakanlah. “Kemudian membaca ayat 23 surat Hannin sajdah yang artinya kurang lebih, “Dan itulah sangka buruk yang kamu duga tentang Tuhan kamu, (sangka buruk) yang membawa kamu kepada kebinasaan, dan jadilah kamu menjadi golongan yang sangat merugi.” Telah berkata Abu Talib al-Makky, “Adalah Ibnu Mas’ud orang yang memelihara hubungan baik hamba dengan Allah, dengan mentaati Allah azza wa Jalla, itulah perbuatan yang paling baik, artinya ia telah berprasangka baik. Nabi SAW bersabda, “Telah berfirman Allah SWT, sesungguhnya saya (Allah) bersama hambaku yang berprasangka, hamba yang berprasangka baik atau pun yang berprasangka buruk.”
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri ra., adalah Rasulullah SAW sedang sakit. Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Bagaimana kamu berprasangka kepada Tuhanmu!” Ia menjawab, “Saya berprasangka baik.” Rasulullah SAW bersabda lagi, berprasangkalah kamu kepada-Nya sesuka kamu. Sesungguhnya Allah SWT bersama dugaan orang mukmin.”
Boleh berprasangka kepada Allah, selama prasangka itu prasangka baik. Prasangka yang paling baik adalah prasangka orang-orang beriman dan saleh yang hanya berharap kepada Allah SWT belaka. Allah tetap akan merahmatui dan memberkati orang-orang yang suka berprasangka baik kepada Allah, baik dengan sifat-sifat Allah atau karena Allah telah membuktikan pemberian-Nya kepada manusia dan alam ini.
Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi sobat Serambi Islam dimana saja berada....
Post a Comment Blogger Facebook